Rabu, 20 Maret 2013 09:55:11 - Oleh : lutfi - Dibaca : 9253
Pertanyaan
Apa hukum membaca tahlil dan Surat Yasiin, yang ditujukan bagi orang
yang sudah wafat? Mohon dijawab, serius dan penting.
Jawaban
Membaca tahlil atau Surat Yasin sejatinya adalah berzikir; zikir yang bertujuan
mendoakan keluarga yang telah wafat. Hal itu bisa dilakukan secara individual
maupun berjamaah. Jika dilakukan secara individual, maka kita bisa melakukannya
kapan saja dan di mana saja. Jika dilakukan secara berjamaah, tentu harus
berkumpul di tempat khusus. Zikir yang dilakukan secara bersama-sama, merupakan
ibadah yang dianjurkan oleh Islam. Rasulullah SAW bersabda:
لاَيَقْعُدُ
قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ عَزَّوَجَلَّ إِلاَّحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ
الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ
(رواه مسلم)
Tidaklah berkumpul suatu kaum sambil berzikir kepada Allah Swt, kecuali mereka akan dikelilingi oleh para malaikat. Allah Swt. akan
melimpahkan rahmat kepada mereka, memberikan ketenangan hati, dan Allah akan memuji mereka di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya. (HR. Muslim)
Imam as-Syafi’i ra. menyatakan: “Sesungguhnya Allah Swt. telah
memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya, bahkan juga
memerintahkan kepada Rasul-Nya. Apabila Allah Swt. memperkenankan umat Islam mendoakan
saudaranya yang masih hidup, tentu diperbolehkan juga mendoakan saudaranya yang
telah wafat. Dan
barokah doa tersebut Insya Allah akan
sampai kepada yang didoakan.
Sebagaimana Allah Swt. Maha Kuasa memberi pahala kepada orang yang hidup, Allah
Swt. juga Maha Kuasa memberi manfaat doa kepada mayit.” (Diriwayatkan
al-Baihaqi dalam Manaqib al-Syafi’i, Juz I, hal. 430)
Dalam hadits riwayat Aisyah ra., Rasulullah saw. bersabda:
ما من ميت تصلي عليه أمة من المسلمين يبلغون مائة
يشفعون له إلا شفعو فيه (صحيح مسلم)
Mayyit yang dishalati oleh
seratus orang Muslimin sambil (berdoa) memintakan ampun baginya, tentu permohonan mereka akan diterima.
(HR. Muslim, 1576)
Mendoakan
keluarga, khususnya kedua orang tua yang sudah wafat, merupakan anjuran agama.
Karena orang yang sudah wafat tidak bisa lagi berbuat kebajikan. Yang bisa ia
harapkan hanya 3 hal, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak
shaleh yang selalu mendoakan atau bersedekah untuknya (al-hadits). Jika ilmu
dan harta tidak punya, maka doa anak-cuculah yang selalu ditunggu oleh ahli
kubur (kita semua calon ahli kubur, lhoo…).
Kita
diajurkan selalu mendoakan leluhur kita, yang wafatnya bukan disebabkan mati
syahid, karena mereka pasti akan menghadapi ujian berat di alam kubur. Hal ini ditegaskan
oleh banyak hadits Nabi SAW (akan dijelaskan di belakang). Sedangkan orang yang
mati syahid, mereka sudah “cukup” dengan kesyahidannya. Pernah seorang shahabat
bertanya kepada Rasulullah SAW, kenapa hanya orang mati syahid yang terbebas
dari ujian kubur? Rasulullah SAW menjawab:
كفى ببارقة السيوف على رأسه فتنة
Cukuplah
ujian orang yang mati syahid itu ketika ia menghadapi kilatan pedang (ujiannya
saat berperang).
Sedangkan
bagi orang kebanyakan yang tidak mati syahid, maka ujian dan siksa kubur akan
selalu menunggu. Sehingga wajar bila kita selalu mendoakan mereka, baik lewat
tahlil atau bacaan Surat Yasin, agar mereka bisa menghadapi ujian di alam kubur
dengan baik.
Hakikat Tahlil dan Yasiin
Secara bahasa, tahlil artinya
membaca la ilaha illalLah. Istilah sudah menjadi dialek orang Arab yang
kemudian diindonesiakan. Karena itu, di Indonesia, istilah tahlil digunakan untuk menunjukkan aktivitas doa yang di dalamnya memuat bacaan la
ilaha illalLah, yang ditujukan untuk orang yang sudah wafat. Dari sini
dapat dipahami, bahwa di dalam tahlil pasti terdapat bacaan la ilaha
illalLah dan zikir-zikir yang lain, termasuk ayat-ayat al-Qur’an.
Tahlil
yang biasa dibaca oleh kaum Muslimin di Indonesia, khususnya kaum Nahdliyyin,
merupakan kumpulan doa yang diambil dari ayat-ayat Al-Qur’an, mulai dari Surat
Al-Fatihah, permulaan Surat al-Baqarah, hingga tiga surat terakhir (Al-Ikhlas,
al-Falaaq, dan an-Naas). Banyak sekali riwayat hadits yang menunjukkan
keutamaan bacaan-bacaan tersebut, yang tentu saja tidak cukup diurai satu
per-satu di sini.
Dari
sini dapat ditarik benang merah, bahwa redaksi tahlil tidak harus sama. Tidak
ada tahlil tunggal yang harus diikuti oleh semua orang. Setiap doa yang ditujukan
untuk orang yang sudah wafat, yang di dalamnya memuat la ilaha illalLah, semua itu hakikatnya adalah tahlil. Maka, di setiap daerah, bacaan tahlil itu
tidak sama persis. Sebab, tujuan utama tahlil bukan lafadznya, bukan
redaksinya, melainkan doanya dan kandungan isinya.
Mengenai
pembacaan Surat Yasin, hal itu juga merupakan ibadah dan doa yang sangat dianjurkan.
Diriwayatkan
oleh Ma’qil bin Yasar ra.,
bahwa
Rasulullah SAW bersabda:
ويس قلب القرأن لايقرؤها رجلٌ يريد الله تبارك وتعالى
والدار الاخرة إلا غفرله, واقرؤها على موتاكم (مسندأحمد بن حنبل)
Surat Yasin adalah jantung
Al-Qur’an. Tidaklah seseorang membacanya dengan mengharap ridla Allah Swt, kecuali Allah Swt. akan mengampuni
dosa-dosanya. Maka bacalah Surta Yasin atas orang-orang yang telah meninggal di antara
kamu sekalian. (Musnad
Ahmad ibn Hanbal, 1941)
Pembagian Waktu
Mengenai waktu untuk mendoakan,
sebenarnya boleh dilakukan kapan saja dan di mana, baik dilakukan secara
individual maupun bersama-sama. Sebab, seperti telah ditegaskan di muka, orang
yang sudah wafat itu mendapat ujian berat selama berada di alam kubur, menunggu
hari kiamat tiba. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, saat terjadi gerhana
matahari pada masa Rasulullah SAW, beliau memimpin shalat gerhana. Dan ketika
sedang berkhutbah, beliau mengingatkan tentang beratnya ujian bagi orang yang
sudah wafat:
إن الناس يفتنون في قبورهم كفتنة الدجال. قالت عائشة
وكنا نسمعه بعد ذلك يتعوذ من عذاب القبر
Sesungguhnya
manusia itu diuji di dalam kuburan mereka, seperti ujian Dajjal. Siti Aisyah
menyatakan: Setelah itu kami mendengar beliau (Nabi) memohon perlindungan dari siksa
kubur. (As-Sunan al-Kubra li an-Nasa’i, 1/572. Lihat juga Tahdzib
al-Atsar 2/591 dan Shahih Ibnu Hibban 7/81).
Menurut Syeikh
al-Albani, hadits riwayat an-Nasa’i ini adalah hadits shahih, sehingga bisa
dijadikan sandaran hukum.
Mengenai
pilihan 7 hari, 40 hari, atau 100 hari untuk melakukan doa bersama, hal itu karena
mengikuti kebiasan para sahabat dan ulama salafus shaleh. Imam Ahmad bin Hambal ra. menyatakan dalam kitab az-Zuhd,
sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitab Al-Hawi li al-Fatawi dan ad-Durr
al-Mantsur:
حدثنا هاشم
بن القاسم قال حدثنا الاشجعي عن سفيان قال: قال طاوس إن الموتى يفتنون في قبورهم
سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الآيام
Hasyim bin Al-Qasim meriwayatkan kepada kami: Al-Asyja’i
meriwayatkan kepada kami dari Sufyan: Imam Thawus berkata : “Orang-orang yang
meninggal dunia itu mendapat ujian berat selama 7 hari di dalam
kubur mereka. Maka kemudian para ulama salaf menganjurkan bersedekah
makanan untuk orang yang meninggal dunia selama tujuh hari itu.” (Al-Hawi
li al-Fatawi, juz II, hal. 178 dan ad-Durr al-Mantsur 5/38)
Imam Ibnu Jarir at-Thabari mempertegas maksud hadits di atas sbb:
وأخرج
ابن جرير في مصنفه عن الحارث بن أبي الحرث عن عبيد بن عمير قال : يفتن رجلان :
مؤمن ومنافق فأما المؤمن فيفتن سبعا, وأما المنافق فيقتن أربعين صباحا
Ibnu
Jarir meriwayatkan dalam Mushannafnya, dari Ibnu Abi al-Harts, dari Ubaid ibn
Umair, ia berkata: Yang diuji (di dalam kubur) adalah dua orang, yakni orang
mukmin dan munafik. Orang mukmin diuji selama 7 hari, dan orang munafik diuji
selama 40 hari (ad-Durr al-Mantsur, 5/38).
Imam Suyuthi menandaskan bahwa: “Tradisi bersedekah selama 7 hari merupakan kebiasaan
yang telah berlaku hingga sekarang (zaman Imam Suyuthi) di Mekah dan Madinah.
Yang jelas, kebiasaan itu tidak ditinggalkan sejak masa sahabat Nabi Saw.
sampai sekarang. Dan
tradisi itu diambil dari ulama salaf sejak generasi pertama (masa sahabat Nabi
Saw)”.
Telah kita maklumi, kaum
Muslimin yang mengadakan tahlil atau Yasinan, juga bersedekah dengan memberikan
hidangan kepada para undangan. Pahala sedekah tersebut ditujukan untuk keluarga
mereka yang sudah wafat.
Sedangkan istilah “haul” (peringatan satu
tahunan setelah kematian) diambil dari sebuah ungkapan yang berasal dari hadist
Nabi Saw. dari al-Waqidi:
كان
النبي ص.م يزور الشهداء باحد فى كل حول, واذا بلغ الشعب رفع صوته فيقول :سلام عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار ثم
ابو بكر رضي الله عنه كل حول يفعل مثل ذلك ثم عمربن الخطاب ثم عثمان بن عفان رضي الله
عنهما (اخرخه البيهقي)
Rasulullah saw. setiap haul
(setahun sekali) berziarah ke makam para syuhada’ Perang Uhud (tahun ke 3
H.).
Ketika Nabi saw. sampai di suatu tempat bernama Syi’b, beliau berseru: Semoga keselamatan
tercurahkan bagi kalian atas kesabaran kalian (para syudaha’). Alangkah baiknya tempat kembali
kalian di akhirat.” Kemudian Abu
Bakar juga melakukan seperti itu. Demikian juga
Umar bin Khatthab ra. dan Utsman bin Affan ra. (H.R.
Baihaqi)
Kesimpulan
Dari sedikit uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa membaca tahlil, Yasiin, atau doa apa saja bagi orang yang sudah
wafat, hukumnya adalah sunnah (anjuran agama). Doa-doa tersebut telah menjadi
tradisi secara turun-temurun sejak masa Shahabat hingga sekarang. Doanya tidak
wajib sama, asalkan esensinya sama.
Karena
hukumnya “hanya” sunnah, maka tidak melakukan tahlil atau Yasinan tidak
apa-apa, tidak berdosa. Tapi bertahlil dan Yasinan, tentu lebih baik. Apalagi ditujukan
untuk mendoakan para leluhur kita. Sebab, dulu mereka telah merawat,
membesarkan, dan mendidik kita. Kini, setelah mereka wafat, sudah selayaknya
kita mendoakan mereka.
Mengenai
tuduhan SEBAGIAN kalangan bahwa tahlil dan Yasinan tidak
punya dasar dalam syariat, itu hanyalah perbedaan pendapat yang sangat wajar
terjadi dalam masalah-masalah furu’iyyah (hukum-hukum cabang dalam syariat).
Tidak perlu dipermasalahkan. Yang mau tahlilan dipersilahkan, yang tidak
mau tidak apa-apa. Wong, manfaat atau mudlaratnya kembali pada diri kita
masing-masing. Tapi kami yakin, kita semua pada dasarnya ingin didoakan oleh
keturunan kita, saat kita telah berada di alam kubur kelak.
Harapan
kami, kalangan yang “anti tahlil dan Yasinan” itu tidak perlu menuduh bid’ah,
kufur, apalagi syirik kepada umat Islam yang suka tahlilan. Sebab, dalam
sebuah hadits dinyatakan bahwa tuduhan kufur kepada sesama Muslim, jika tidak
benar, maka akibatnya akan menimpa pihak penuduh sebelum ia wafat. Wal-‘iyadzu
bilLaah.
A. Mubarok Yasin
www.tebuireng.org